Kertajaya dan Dayang Rindu
Penulis Naskah: Suwandi,S.H
Sutradara: Wandi Jeger
Astrada : Mukti
Koreografer : M.Nasir,S.Pd
Nara sumber :Aminin Trio Amigo
Romadoni
Sinopsis
Sebuah legenda dari Kab.Musi Banyuasin Prov.Sumatera Selatan
Alkisah di zaman dahulu hiduplah gadis nan cantik jelita bernama Dayang Rindu anak dari Ahmad Basauri jabatannya sebagai Datu Marga Lawang Wetan yang di kenal dengan julukan Puyang Penyage tinggal di desa Tanjung Jati,pada suatu Hari terjadi perampokan yang dilakukan Oleh Mamang Segawak sehingga membuat terusik kedamaian warga,akhirnya Mamang Segawakpun di bunuh oleh Ahmad Basauri,pada akhir hayatnya mamang segawakpun bersumpah bahwa kelak desa tanjung jati beserta keturunannya akan mati oleh anak buah mamang segawak yang berupa siluman buaya,demi menghindari sumpah tersebut Ahmad Basauri pun bersama warganya dan keluarganya mengungsi ke hulu sungai Muarabaya ke arah kanan masyarakat sering menyebutnya dengan Danau Aur dan warga tidak di perbolehkan untuk turun mandi kesungai demi menghindari banyaknya korban.
Hubungan baik antara Ahmad Basauri dengan Ketip Dammang telah lama terjalin,dimana Ahmad Basauri di angkat Sunan Palembang menjadi DATU MARGA LAWANG WETAN,dan Puyang ketip Dammang di angkat menjadi GINDE di MARGA SUNGAI KERUH kemudian demi kebaikan Dayang Rindu Agar terhindar dari sumpah timbullah niat “Rasan Tue” iapun di jodohkan dengan Kertajaya Anak dari Ketip Dammang merekapun menikah,sayang dengan besan dan menantu,maka di buatlah Tebat( Dam Air) di belakang desa dengan harapan akan terhindar dari serangan Buaya. Akan tetapi petunjuk takdir mengatakan bahwa ajal Dayang Rindu adalah lantaran Buaya,Dayang Rindu Tertimpa Rebana yang terbuat dari kulit buaya sehingga iapun meninggal dunia.perkawinan Dayang Rindu dan Kertajaya tidak menghasilkan keturunan.sejak kepergian istri tercintanya ke alam baka,Kertajaya menduda pertanda kasih sayang sampai mati tak lama berselang Kertajayapun meninggal dunia,merekapun di kuburkan berdampingan dekat Tebat di belakang desa.
Para Pemain
v Kertajaya
v Dayang Rindu
v Puyang Penyage
v Puyang Ketib Dammang
v Mamang segawak
v Buayara
v Dayang Resiti
v Warga
v Para Penari
( MC:Legenda ini terjadi di desa Tanjung Jati hiduplah penguasa sungai yang memiliki ilmu siluman Buaya terkenal dengan nama Mamang Segawak )
Adegan 1
(MC: sebuah takdir memberi bencana,kedamaian di ganti mala petaka,kebencian-kebencian pada nyawa seperti kapas yang terbawa angin,entah di mulai dari mana kebencian itu,semua seperti terbawa arus sungai musi tanpa rencana,..batin yang tenang berubah marah yang tiada padam)
Mamang Segawak : hahaha,...( Tertawa ) Hidupku di hutan belantara mencari ilmu di sepanjang aliran musi,jika harta tak di beri maka nyawa sebagai ganti
Buayara : ( berlari-lari kecil ) Ampun tuanku,hari telah berganti malam,dan aku tak mendapat sedikitpun hasil,.
Mamang segawak : (Marah dan menghajar Buayara )...kita Rampok dusun tanjung jati,dan jangan kasih ampun,aku bukan tempat berbelas kasih,harta atau nyawa adalah pilihan bukan tawaran.( merekapun pergi menuju desa Tanjung Jati )
Adegan 2
( Tampak Dayang Rindu Menari di iringi irama gembira”Putik Paslawan”,MC:
Putri Dayang Rindu cantik rupawan laksana Bidadari,pandai menari,sopan santunnya menawan hati,alangkah indah budi pekertinya melebihi indahnya bunga melati,segar berseri,seharum minyak kesturi,jika mata memandang hatipun akan tertawan.
kemudian datanglah ayahnya seorang Datu Marga Lawang Wetan yang bernama Ahmad Basauri terkenal dengan julukan Puyang Penyage )
Dayang Rindu : ayahanda nan bijak bastari, memimpin Marga Lawang Wetan dengan sepenuh hati, tiada rakyat merasa ragu,menjadi panutan di sepanjang aliran sungai musi.
Puyang penyage : putriku dayang rindu kini dirimu beranjak dewasa , sudahkah terpikir di lubuk hatimu, siapakah kelak pendamping hidupmu nanti.
Dayang rindu : ayahanda , siang malam aku meminta pada tuhan jodohku nanti adalah yang mencintaiku sampai mati.
(kemudian datang warga yang melapor bahwa telah terjadi perampokan yang di lakukan mamang segawak)
Warga : tuanku Datu , kami di rundung musibah hasil panen kami di rampok, melarah lah kami sapanjang badan,semua ini ulah dari Mamang segawak
Mamang segawak : (muncul) ha....... ha..... engkau kah yang memimpin marga ini. Bersiap-siaplah dusun ini akan menderita karna aku, mamang segawak yang akan menguasai marga lawang wetan ini?
Puyang penyage : lancang mulutmu mamang segawak ,berpikirlah sebelum mengucapkan kata-kata itu, tidakkah terpikir olehmu ajalmu sudah semakin dekat ...... pulanglah dan hentikanlah niat jahatmu itu.biarkan rakyatku hidup damai
Mamang segawak : kau bermimpi datu ....... kesaktianku tiada tertandingi bersiaplah akan ku cabik-cabik dirimu helai demi helai agar tidak tidak ada yang mengenalmu sebagai pemimpin marga ini.
Puyang Penyage : duri tidak akan berubah jadi jantung,begitulah sifat aslimu,.aku tak akan lagi bermanis kata,jika selangkahpun kau tak mundur,berarti engkau harus ku hancur!!
Mamang Segawak : lebih baik kau telan lagi perkataan kosongmu itu,Datu!,.nyawamu tak lebih seperti semut yang baru lahir..meminta ampunlah,sebelum marahku menjadi api yang akan menghanguskan seluruh dusun ini.
(terjadi perkelahian sehingga mamang segawak mati tapi sebelum ia mati ia pun mengucapkan sumpah)
Mamang segawak : Demi air musi yang mengalir,demi segala roh kejahatan siluman buaya yang beranak cucung kelak keturunanmu Datu, akan mati oleh buaya yang hidup di aliran sungai musi ini( kemudian kepala mamang segawakpun di penggal oleh puyang Penyage kemudian di gantung di atas pohon besar yang ada di ujung dusun tanjung jati).
Adegan 3
( Tampak Kertajaya Dan Ketip Dammang )
Ketip Dammang : Anakku Kertajaya engkau terlahir dengan nama yang akan di kenang dengan kebaikanmu,.hari ini ayahanda akan mengajakmu mencari kebaikan
Kertajaya : kususuri sungai sake dengan biduk kesayanganku sungguh perintah ayahanda adalah hal yang sangat aku tunggu-tunggu
Ketip Dammang : Tanjung Jati adalah desa yang akan kita datangi,desa itu sekarang di landa bahaya kita wajib menolong Datu Marga Lawang Wetan Ahmad Basauri karna ia sahabat Ayahanda
Kertajaya : Langit sudah menggariskan perjalanan,hari inipun aku siap menemani ayahanda pergi ke sana
Adegan 4
(MC:demi menghindari sumpah tersebut akhirnya Datu marga lawang wetan beserta anaknya Dayang Rindu,Dayang Resiti menggungsi ke hulu sungai Muarabaya kearah kanan masyarakat sering menyebutnya dengan Danau Aur/Tari Perahu : menceritakan tentang alat transportasi utama yang sering di gunakan masyarakat di sepanjang aliran sungai musi * perahu melaju ke hulu sungai ,mencari tempat agar terhindar bahaya,bukan takut pada mati tapi takut menambah bencana bagi Marga Lawang Wetan,kemudian dalam perjalanan dihadang Oleh Buayara)
Buayara : Datu,sungguh malang tak bisa ditolak,karna nasib keluargamu,..diliputi ketakutan sepanjang tahun,..karna kaum kami anak buah Mamang segawak akan mengambil nyawa seluruh keturunanmu,..hahaha,.
Puyang Penyage : Darah sudah menjadi darah,..jika luka harus di obati dengan luka,dendam ini tak akan berubah,tapi aku memberikan kesempatanmu untuk menghapus dendam yang tanpa sengaja kita ciptakan,.
Buayara : Aku adalah pengikut setia tuanku mamang Segawak,.memberi ampun pada musuh adalah larangan bagi kami,..dendam ini akan sudah saat engkau beserta kelurgamu mati.
Puyang Penyage : bila takdir telah tertulis dengan kematian aku akan menerimanya dengan lapang dada,.tapi jika kau melukai sedikitpun keluargaku,.jangan salahkan jika pedangku bermandikan darahmu...
Buayara : Kau sudah mulai takut Datu,...
(terjadi perkelahian antara anak buah mamang segawak yang bernama Buayara dengan Puyang Penyage)
Puyang penyage : seluruh warga dan keluargaku hari ini ku ingatkan untuk menghindari jatuhnya korban jangannlah kalian mandi di sepanjangan aliran sungai musi,
putriku Dayang Rindu, semalam ayahanda bermimpi yang tidak baik tentang dirimu,demi keselamatanmu maukah kiranya dirimu aku jodohkan dengan anak dari puyang Ketip Dammang yang bernama Kertajaya.
Dayang Rindu : jika dia bisa mencintaiku dengan sepenuh hati aku akan menuruti kehendak dari ayahanda
( Kemudian datanglah Ketip dammang )
Puyang Ketip Dammamg: wahai sahabatku desamu sedang di landa bahaya,kabar itu ku dengar dari pedagang yang hilir mudik?jika itu memang benar apakah yang dapat aku bantu sebagai tanda persahabatan kita?
Puyang Penyage :sahabatku Ketip Dammang adalah suatu takdir kita dapat berjumpa lagi,jika dirimu memang berniat membantuku,ada baiknya kita jodohkan anak kita agar putriku Dayang Rindu dapat terlepas dari Sumpah Siluman Buaya yang telah aku bunuh,dan mempererat garis persaudaraan kita?
Puyang Ketip dammang: Niat baikmu tiada pantang aku menolaknya,sejenak lagi putraku Kertajaya akan datang ia dalam perjalanan
( datanglah kertajaya / simbol tari beranjak bushek )
Instrumen Gitar tunggal
Puyang penyage : wahai kertajaya dengarkanlah !, bahwa kami selaku orang tua kalian sudah berniat di dalam hati untuk menjodohkanmu dengan anakku Dayang Rindu
Kertajaya : wahai dinda Dayang Rindu,walau kita baru pertama bertemu,getaran hatiku berirama syahdu,mungkin engkaulah yang ku idamkan selalu ,berparas elok dan baik pekerti.
Dayang Rindu : Kuyungku kertajaya jika benar hatimu begitu,orang tuamu dan orang tuaku sudah merestu,akupun rela di sunting olehmu
Puyang Penyage : Ketip Dammang kelak setelah mereka menikah aku mempunyai satu syarat padamu,buatlah tebat(Dam Air) di belakang desa agar Dayang Rindu tidak mandi di aliran sungai sake.
Puyang Ketip Dammang: baiklah,jika itu permintaanmu akan aku penuhi dan percayalah anakku Kertajaya akan menjaga Dayang Rindu dan kelak akan mencintainya sampai mati.
( merekapun menikah”Tari Stabik”)
Di isi seramba: ”kur semangat kau anak,anakku sikok jadi due,banak bacucung banyak-banyak,ngilangke balak mbuang celake”
Gitar Tunggal:
“Ai la lame menuntut judu
Mpai mikak,baru batemu
Kadue wang tue lah setuju
Sangkan rasan kitek bapadu
Oi kuyungku kertajaya
Ikaklah sangkan asekku endak
La satuju rasan tue
Temasuk pulek segalek sanak
Base judu takdirnye tuhan
Kitek cuman mbuat lantaran
Nurutke nasib bagian badan
Ikak laju ke pelaminan”
(Di isi tari Rebana)
Akan tetapi petunjuk takdir mengatakan bahwa ajal Dayang Rindu adalah lantaran Buaya,Dayang Rindu Tertimpa Rebana yang terbuat dari kulit buaya sehingga iapun meninggal dunia.
Instrumen lagu Mare-Mare
Kertajaya :Istriku Dayang Rindu sungguh berat cobaan ini,izinkan aku mengikuti kepergianmu
Puyang Penyage: Menantuku Kertajaya, tiada guna kau berputus asa,biarkan Putriku menjadi melati yang akan mengharumi seluruh dusun ini,relakanlah,..sudah kehendak takdir ia meninggalkan kerinduan pada kita semua.
(MC: Duka pun menyelimuti dusun itu,begitu kehilangan sosok yang putri teramat Anggun,setiap kata yang begitu lembut selalu mengingatkan mereka pada Dayang Rindu,meninggalkan rindu yang begitu dalam kepada Kertajaya )
Perkawinan Kertajaya dan Dayang Rindu tidak menghasilkan keturunan.sejak kepergian istri tercintanya ke alam baka Kertajaya menduda pertanda kasih sayang sampai mati.
0 komentar:
Posting Komentar